Tulungagung
10.01.00"My Regency, Tulungagung"
Lambang
daerah Kabupaten Tulungagung terlukis dalam sebuah dasar perisai
berbentuk jantung bersudut 5 (lima) dan terbagi atas 6 (enam) warna
yaitu:
a. | Putih | : Kesucian |
b. | Kuning | : Kemasyuran |
c. | Coklat | : Kokoh |
d. | Hijau | : Kemakmuran |
e. | Hitam | : Abadi |
f. | Biru Muda | : Kesetiaan |
1. | Bentuk |
Perisai berbentuk jantung bersudut 5 (lima) mengandung arti bahwa dalam segala perjuangan dan pembelaan daerah senantiasa berpijak pada prinsip lima dasar yaitu PANCASILA. |
2. | Tulungagung | |
a. |
Sumber air yang besar (Tulung = sumber air, Agung = besar)
| |
b. |
Pertolongan yang besar (Tulung = pertolongan, Agung = besar)
|
3. | Dasar | |
a. | Perisai berlancip 5 | |
Bermakna dasar/falsafah Negara Republik Indonesia "Pancasila".
| ||
b. | Warna hitam dan kuning | |
Hitam melambangkan abadi dan kuning yang melambangkan kemasyuran, keduanya mencerminkan tekad didalam mengamalkan dasar falsafah Negara dengan disertai jiwa yang terkandung di dalam Pancasila secara murni dan konsekuen, demi tercapainya masyarakat tata tentrem kerto raharjo. |
"Visi Misi Kabupaten Tulungagung"
A. Visi
Visi
adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Berdasarkan pengertian dimaksud serta dengan berlandasakan
kepada dasar filosofis yang dianut oleh masyarakat maka ditetapkan Visi
Pembangunan Daerah Kabupaten Tulungagung Tahun 2009-2013, sebagai
berikut:
"Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Dalam Suasana Kerukunan dan Kebersamaan Melalui Pembangunan DIHATIKU INGANDAYA"
Visi ini memiliki makna sebagai berikut :
- Kesejahteraan masyarakat adalah merupakan tujuan akhir dari sebuah proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
- Kerukunan dan kebersamaan adalah merupakan sifat utama serta modal dasar masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan yang ingin dicapai secara konsisten dan berkesinambungan;
- Dihatiku Ingandaya adalah merupakan sebuah arah pembangunan yang dilandasi oleh kesadaran terhadap potensi-potensi daerah yang dimiliki Kabupaten Tulungagung.
B. Misi
Misi
merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi. Berdasarkan pengertian dimaksud serta dengan
berlandaskan kepada makna visi Kabupaten Tulungagung, maka ditetapkan
Misi Pembangunan Daerah Kabupaten Tulungagung Tahun 2009-2013, sebagai
berikut :
- Meningkatkan perekonomian daerah yang berbasis dihatiku ingandaya dengan mendorong pertumbuhan investasi dan pemberdayaan potensi masyarakat;
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketahanan sosial budaya melalui usaha pencapaian pembangunan manusia;
- Meningkatkan kapasitas daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan;
- Mewujudkan insan pembangunan yang beriman dan bertaqwa guna menjamin pencapaian masyarakat maju dan mandiri yang berkeadilan sosial;
- Meningkatkan derajat kehidupan politik yang demokratis, yang didukung oleh terpeliharanya ketertiban, ketentraman di masyarakat serta tegaknya supremasi hukum.
C. Prinsip-Prinsip
Prinsip
dan nilai merupakan koridor bagi masyarakat Kabupaten Tulungagung yang
akan menjadi penyelaras gerakan pembangunan sekaligus menjadi pengikat
persatuan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Prinsip-prinsip yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Tulungagung, antara lain adalah:
Prinsip-prinsip yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Tulungagung, antara lain adalah:
- Partisipasi, yaitu keterlibatan masyarakat dalam perumusan serta pelaksanaan kebijakan publik serta dalam setiap tahapan pembangunan secara bertanggungjawab.
- Demokrasi, yaitu manajemen pemerintahaan dari rakyat dan untuk rakyat yang dilandasi dengan prinsip-prinsip konstitusionalisme.
- Transparansi, yaitu ketersediaan berbagai informasi kebijakan publik dan pembangunan yang memadai bagi masyarakat.
- Akuntabilitas, yaitu kemampuan mempertanggungjawabkan seluruh aktifitas dan kewenangan yang di dimiliki kepada masyarakat.
"Sejarah Kabupaten Tulungagung"
Awalnya,
Tulungagung hanya merupakan daerah kecil yang terletak di sekitar
tempat yang saat ini merupakan pusat kota (alun-alun). Tempat tersebut
dinamakan Tulungagung karena merupakan sumber air yang besar - dalam
bahasa Kawi, tulung berarti mata air, dan agung berarti besar -. Daerah
yang lebih luas disebut Ngrowo. Nama Ngrowo masih dipakai sampai sekitar
awal abad XX, ketika terjadi perpindahan pusat ibu kota dari Kalangbret
ke Tulungagung.
Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat Candi Gayatri. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah Kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat Candi Gayatri. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah Kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
OBJEK WISATA
1. Goa Selomangleng
Nah, sekarang kita simak tentang objek wisata yang ada di Kabupaten Tulungagung
Kompleks
Goa Selomangleng yang menempati areal kehutanan di lingkungan BKPH
Kalidawir, atau tepatnya di Dusun Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan,
Kecamatan Boyolangu, merupakan lereng Jurang Sanggrahan yang cukup
terjal. Berbatasan dengan kebun milik penduduk, kompleks ini dapat
dibedakan atas dua bagian, yakni bagian yang sekarang agak datar yang
berada di bagian bawah, serta bagian yang terjal di bagian atas. Di
bagian pertama itulah terdapat dua buah goa, sedangkan sebuah candi
terdapat di bagian kedua.
2. Candi Sanggrahan
Candi
Sanggrahan terletak di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan
Boyolangu. Secara umum kompleks Candi Sanggrahan terdiri atas sebuah
bangunan induk dan dua buah sisa bangunan kecil lainnya. Bangunan induk
menggunakan batuan andesit dengan isian bata. Bangunan induk berukuran
panjang 12,60 m, lebar 9,05 m, dan tinggi 5,86 m. Bangunan ini terdiri
atas empat tingkat yang masing-masing berdenah bujursangkar dengan arah
hadap ke barat.
3. Candi Dadi
Komplek
Candi Dadi berada pada ketinggian 360 m dari permukaan laut, berada di
areal kehutanan di lingkungan RPH Kalidawir. Candi ini memiliki candi
tunggal yang tidak memiliki tangga masuk, hiasan, maupun arca. Candi
tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan pegunungan
Walikukun. Denah candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14
m, lebar 14 m, dan tingi 6,50 m.
4. Pantai Sine
Pantai
yang terletak di Desa Kalibatur Kecamatan Kalidawir atau sekitar kurang
lebih 35 km kearah selatan dari kota Tulungagung ini mempunyai
keindahan dan panorama alam yang begitu indah. Pantai Sine ini merupakan
pantai bebas dengan ombak yang cukup besar selain itu Pantai Sine ini
merupakan pantai alam berbentuk teluk di pesisir selatan Kabupaten
Tulungagung.
5. Candi Penampihan
Candi
Penampihan yang terletak dilereng Gunung Wilis, Dusun Turi Desa Geger
kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung merupakan candi Hindu kuno
peninggalan kerajaan Mataram kuno dibangun pada tahun saka 820 atau 898
Masehi. Arti penampehan itu sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa yang
berarti antara penolakan dan penerimaan yang bersyarat demikian
tafsirnya.
0 komentar